
BERITABARU214 - Peneliti Departemen Fisika FMIPA UGM, Dr. Gede Bayu Suparta mengembangkan teknologi radiografi sinar-x digital untuk diagnosa medis. Bahkan alat rontgen bernama Madeena ini setara dengan teknologi Direct Digital Radiography (DDR) yang menggunakan flat detektor atau disebut juga Radiografi Flat Detektor (RFD).
Bayu menjelaskan, ia bersama tim peneliti di Departemen Fisika FMIPA UGM telah melakukan riset di bidang radiografi digital sejak tahun 1989. Pada saat itu teknologi komputer, teknologi kamera digital dan pemrograman (coding) belum secanggih saat ini.
"Tapi saya visi bahwa suatu saat perangkat radiografi konvensional berbasis film akan digantikan oleh sistem radiografi digital pada saat kinerja teknologi komputer, teknologi kamera digital dan teknik coding telah sangat maju," katanya saat diemui di lokasi produksi Madeena, Jalan Lowanu, Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Jumat (8/11/2019).

Selanjutnya, sejak tahun 2003, litbangyasa di bidang radiografi digital melakukan pengembangan secara serius. Mengingat saat itu teknologi komputer, teknologi kamera dan teknik coding telah semakin maju.
Hasilnya, suatu aplikasi paten terkait perangkat untuk sinkronisasi digitisasi citra radiografi dengan pancaran sinar-x, yang diajukan pada tahun 2005 dan aplikasi paten di-granted pada tanggal 19 Oktober 2009 dengan nomor paten ID P 0024437.
"Akhirnya kami dapat momentum untuk mengembangkan teknologi yang sangat signifikan pada tahun 2019 dan menyempurnakan prototip alat RSFD di lab Fisika Citra FMIPA UGM dan di BRSU Tabanan Bali," ucapnya.
"Teknologi radiografi sinar-x digital yang dikembangkan itu menggunakan layar fluoresens dan kamera digital, dan disebut teknologi Radiografi Sinar-x Fluoresens Digital (RSFD). Kinerjanya setara dengan DDR yang menggunakan flat detektor atau disebut RFD," imbuhnya.
Menurutnya, Fasilitas DDR atau FDR sangat diidamkan oleh semua Rumah Sakit di Indonesia. Namun, karena harga alat DDR relatif sangat mahal, maka tidak semua rumah sakit dapat memiliki.
"Harapannya teknologi RSFD ini bisa untuk mendiagnosa kesehatan seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali," katanya.
Bayu menuturkan, alat rontgen ini ia namakan Madeena yang berarti made in Indonesia. Selain itu, ia menyebut bahwa Madeena menggunakan sentuhan furniture pada bagian bawah meja.
Selain itu, Madeena bisa diakses secara real time tanpa harus menunggu cetakan manual film seperti alat rongten konvensional lainnya. Menurutnya, hal itu dapat menghemat biaya pasien saat melakukan rontgen.
"Hitung saja biaya film Rp 60 ribu, otomatis bisa terpangkas. Belum lagi kecepatan tindakan karena hasil foto bisa diakses dari jarak jauh sehingga dokter yang bisa menyarankan tindakan dengan segera," ucap Bayu.
Ia menambahkan, dengan alat RSFD yang dikombinasikan dengan sistem teleradiologi (Paten P00201608842 tahun 2016), data status kesehatan seluruh rakyat Indonesia sangat mungkin didokumentasikan dengan masa retensi minimal 10 tahun. Selain itu, hari ini ia sudah berhasil memproduksi 1 unit Madeena.
"Bila data status kesehatan itu terpelihara, maka kualitas SDM Indonesia dapat diprediksi. SDM yang terindikasi sakit-sakitan tentu akan menjauhkan pencapaian Indonesia Unggul pada tahun 2045," katanya.
0 Comments:
Posting Komentar