Mengulas Potensi Jaringan Listrik Indonesia Diserang Hacker
BERITABARU214 - Sebagai fasilitas super penting dalam sebuah negara, jaringan listrik jadi sasaran strategis ancaman keamanan, misalnya diincar hacker. Hal ini misalnya terjadi di Amerika Serikat. Namun di Indonesia, menurut peneliti keamanan, ancamannya belum sebesar itu.
"Belum ada ancaman siber berarti terhadap sistem distribusi listrik menurut saya, karena sistemnya belum online. Masih jauh. Ancaman keamanan paling 'hanya' database pelanggan. Itu pun yang tadinya PLN sudah beri akses online untuk mengecek tagihan, sekarang balik seperti dulu, harus datang secara fisik ke kantor PLN," kata peneliti keamanan dari Vaksincom Alfons Tanujaya, dihubungi detikINET, Senin (5/8/2019).
Menanggapi peristiwa mati listrik massal pada Minggu (4/8) kemarin dan kaitannya dengan otomatisasi, Alfons berpendapat PLN seharusnya punya rencana cadangan yang bisa langsung mem-backup.
"Belum full otomatis pun kita masih bermasalah. Jadi jaringan distribusi masih belum sempurna alur backupnya. PLN harus punya contingency plan, mirip seperti sistem cloud yang harus hidup terus ketika ada server yang mati. Itu kayanya yang harus jadi prioritas mereka," paparnya.
Jika berbicara jauh ke depan, ketika jaringan distribusi sudah tertata dengan baik dan punya backup, langkah berikutnya adalah otomatisasi yang semuanya dikendalikan melalui komputer sehingga sangat cepat dan mudah terpantau.
"Kalau ada masalah dengan cepat bisa teridentifikasi dan diatasi. Idealnya begitu. Nah, di situ kita harus hati-hati, meskipun kita saat ini belum sampai di situ," ujar Alfons.
Dikatakannya, ketika menyerahkan sistem menjadi terkomputerisasi secara penuh pun, tetap harus memperhitungkan potensi terjadinya kekacauan karena masalah IT, yang bisa saja sistem distribusi dan produksi diretas dan dikacaukan, misalnya di-DDOS atau dihack agar industri lumpuh.
"Belum full otomatis pun kita masih bermasalah. Jadi jaringan distribusi masih belum sempurna alur backupnya. PLN harus punya contingency plan, mirip seperti sistem cloud yang harus hidup terus ketika ada server yang mati. Itu kayanya yang harus jadi prioritas mereka," paparnya.
Jika berbicara jauh ke depan, ketika jaringan distribusi sudah tertata dengan baik dan punya backup, langkah berikutnya adalah otomatisasi yang semuanya dikendalikan melalui komputer sehingga sangat cepat dan mudah terpantau.
"Kalau ada masalah dengan cepat bisa teridentifikasi dan diatasi. Idealnya begitu. Nah, di situ kita harus hati-hati, meskipun kita saat ini belum sampai di situ," ujar Alfons.
Dikatakannya, ketika menyerahkan sistem menjadi terkomputerisasi secara penuh pun, tetap harus memperhitungkan potensi terjadinya kekacauan karena masalah IT, yang bisa saja sistem distribusi dan produksi diretas dan dikacaukan, misalnya di-DDOS atau dihack agar industri lumpuh.
Baca juga: Kesan-kesan Netizen Berjam-jam \'Puasa\' Internet
"Harus ada rencana cadangan mem-bypass sistem otomatis itu karena kalau tidak, saat terjadi apa-apa, waktu recovery akan lama sekali. Kalau ada rencana cadangan, setidaknya waktu recovery lebih cepat sambil memitigasi masalah sebelum dikembalikan lagi ke sistem yang telah diamankan atau dikuasai kembali," urainya.
0 Comments:
Posting Komentar