BERITABARU214 - Rangkaian demonstrasi mahasiswa akhir-akhir ini menampakkan gejala yang unik: banyak poster-poster lucu bertebaran. Ini tak bisa dianggap remeh. Meski lucu, poster-poster jenaka itu efektif mendorong perubahan.
Hal itulah yang disoroti pemerhati budaya dan komunikasi digital dan pendiri LITEROS.org, Firman Kurniawan, melihat munculnya poster-poster lucu itu sebagai pembeda dengan demonstrasi para aktivis senior dulu.
Baca juga: POKER | CAPSA SUSUN | GAME ADU-Q | BANDAR POKER | SAKONG ONLINE | DOMINO
\\\"Zaman unjuk rasa Mei 1998 yang melahirkan reformasi tentu beda dengan zaman teknologi informasi, 2019 ini. Saat ini adalah era intensifnya penggunaan mikroelektronik, yang ditandai oleh tsunami informasi,\\\" kata Firman dalam keterangan tertulis, Rabu (2/10/2019).
Demonstrasi itu sendiri menolak berbagai rancangan undang-undang (RUU) yang bergulir di DPR dan menolak Undang-Undang KPK. Itu isu berat, tapi kaum mahasiswa mampu membuatnya gampang dicerna. Mereka menerapkan logika dunia hiburan untuk membangun daya tarik khalayak.
Baca juga: POKER | CAPSA SUSUN | GAME ADU-Q | BANDAR POKER | SAKONG ONLINE | DOMINO
Contoh poster lucu mereka berbunyi seperti \\\'Jangan lupa pakai skincare\\\', sebab cuaca saat berlangsungnya unjuk rasa terasa sangat menyengat. Panasnya udara ini juga memunculkan tawaran \\\'Jastip es teh\\\', di tengah-tengah ungkapan tuntutan. Tuntutan yang relevan, namun dengan nada tak serius, \\\'Cukup cintaku yang kandas, KPK Jangan\\\'.
Tulisan,\\\'Cuti nonton Drakor karna di DPR lebih banyak drama\\\', dan bahkan \\\'Pak Presiden sahkan saja saya dengan Anya Geraldine. Jangan RUU nya\\\', jadi ungkapan menghibur, yang tak kehilangan substansi tuntutannya. Dan tak jarang pula, keseriusan menyampaikan pendapat teralihkan oleh munculnya tawaran \\\'Jasa penggarapan skripsi\\\', maupun \\\'Tersedia kost putri, hubungi nomor berikut\\\' di tengah kerumunan.
Ada pula poster yang berbunyi, \\\'Ada yang punya power bank?\\\' atau \\\'Woi bagi link dong\\\'. Selain menggelitik, tentu ini adalah gambaran pesan yang kontekstual, di era yang sangat bergantung pada perangkat digital.
Baca juga: POKER | CAPSA SUSUN | GAME ADU-Q | BANDAR POKER | SAKONG ONLINE | DOMINO
Poster-poster itu muncul lewat \\\'ideologi\\\' dalam arti kasual yang dominan dianut anak-anak muda penghuni kampus Indonesia.
\\\"Selain bernada penuh kelucuan, riang gembira khas gaya generasi milenial dengan ideologi utamanya, woles (plesetan dari slow, santai tak perlu tegang), unjuk rasa 2019 ini bercorak multimedia,\\\" kata Firman.
Ini era teknologi informasi. Suara mahasiswa juga tak bisa dilepaskan dari teknologi yang mereka pakai itu. Mereka juga menggemakan tuntutan dan aksinya di jagat media sosial internet. Poster-poster lucu itu tersebar lewat Instastory, YouTube, Facebook, maupun grup-grup WhatsApp. Konten tuntutan cepat menyebar dan menular bak virus (viral). Memang itulah tujuannya. Poster lucu itu bisa efektif menyasar tujuan.
\\\"Implikasinya, tak usah diragukan. Ini terlihat, Presiden sampai harus mengundang tokoh masyarakat untuk dimintai pendapat: apa yang dapat dilakukan untuk meredakan tekanan mahasiswa ? Pertemuan Presiden dengan tokoh masyarakat, dilakukan setelah beberapa menteri tampil untuk meredakan gelombang unjuk rasa,\\\" tutur Firman.
Soal seni menyampaikan pendapat dengan kreativitas kelucuan, tak bisa ditanggapi sebatas hiburan: hanya lelucon, abaikan saja. Atau cukup jadikan bahan, agar banyak yang tertawa.
Perihal tertawa, sebagai implkasi lontaran yang lucu ini, Sudjiwo Tedjo budayawan yang juga dijuluki Dalang Edan, memaknai secara implisit tentang tertawa. Ia mengungkapkan di akun Twitter-nya @sudjiwotedjo, 24 September 2019, \"...Cuma ketahuilah: memimpin rakyat yang memarahinya sambil bakar-ini-itu, menyakitkan. Tapi lebih menyakitkan lagi, memimpin rakyat yang tak henti2 mengetawainya...\"
Baca juga: POKER | CAPSA SUSUN | GAME ADU-Q | BANDAR POKER | SAKONG ONLINE | DOMINO
Nampaknya, menyampaikan tuntutan dengan kelucuan sebagai bahan tertawa, memiliki makna semiotis lain. Walaupun tak perlu menghadapi dengan sikap represif, gelombang unjuk rasa yang kali ini kental dengan gaya lucu, bukan semata-mata hiburan.
Di sisi lain, menuduh aksi mahasiswa tersebut ditunggangi adalah sebuah pelecehan. Namun dengan melimpahnya arus informasi, bukan tidak mungkin penunggangan itu terjadi tanpa disadari. Publik mudah sekali tergelincir karena arus informasi sangat-sangat deras.
\"Maka ditunggangi dalam pengertian dibuat tak sadar telah condong pada satu tema informasi tertentu. Yang implikasinya khalayak memijakkan pendapat dan gerakan pada informasi tak utuh yang telah menggiringnya, sangat mungkin terjadi di era teknologi informasi ini. Maka jadi sia-sia, jika gerakan penuh pengorbanan yang berupaya memperbaiki sistem penyelenggaraan negara, justru tergelincir akibat tak mewaspadai paradoks informasi di era ini,\" tutur Firman.
Baca juga: POKER | CAPSA SUSUN | GAME ADU-Q | BANDAR POKER | SAKONG ONLINE | DOMINO
0 Comments:
Posting Komentar