
BERITABARU214 - Ketika Anda membaca artikel ini, Anda pasti sudah mendengar desas-desus tentang 'The Irishman', masterpiece terbaru Martin Scorsese. Fakta pertama mungkin adalah bahwa Netflix menjadi "penyelamat" karena dia satu-satunya di Hollywood yang mau menggelontorkan 165 juta dollar untuk membuat sebuah drama tentang mafia dengan kebebasan kreatif sepenuhnya di tangan kreator. Kapan terakhir Anda mendengar ada sebuah film mainstream yang durasinya tiga jam setengah? Kedua mungkin bagaimana Martin Scorsese menggunakan kecanggihan teknologi untuk mempermuda karakter-karakternya. 'The Irishman' bercerita tentang perjalanan seorang mafia bernama Frank Sheeran (Robert DeNiro) dari ketika dia muda sampai dia tinggal sendiri di panti jompo. Dan kecanggihan teknologi ini membuat karakter-karakter Scorsese dengan ajaibnya berubah wujud.
Dan yang terakhir mungkin adalah bagaimana Scorsese membuat para fans marah dengan komentarnya bahwa film-film Marvel bukanlah sinema. Banyak fans Marvel (yang mayoritasnya adalah Gen-Z dan mungkin kurang familiar dengan karya Scorsese) yang jengah dengan komentarnya dan mereka langsung mengata-ngatai Scorsese balik. Kalau Anda bermain Twitter, Anda mungkin sempat melihat banyak netizen yang bertanya-tanya atau meremehkan karya-karya Scorsese. Dan tentu saja, Scorsese berhak untuk mengatakan apa saja tentang film-film Marvel atau bahkan film secara umum. Dia adalah orang yang melahirkan film-film seperti Mean Streets, Taxi Driver, Raging Bull, The King of Comedy, The Temptation of the Christ, Goodfellas, Cape Fear, Casino, Kundun, Gangs of New York, The Aviator, The Departed, Shutter Island, The Wolf of Wall Street dan Silence. Dengan 'The Irishman', Scorsese sekali lagi memproklamirkan diri sebagai maestro yang tidak bisa terbantahkan.
Jadi apa sebenarnya 'The Irishman'? 'The Irishman' ternyata adalah sebuah sebuah drama epik tentang mafia yang diinspirasi dari kisah nyata tentang Frank Sheeran dan hubungannya dengan Russell Bufalino (Joe Pesci) dan Jimmy Hoffa (Al Pacino). Kalau Anda mengetahui tentang sejarah mereka, 'The Irishman' akan terasa lebih nikmat. Tapi kalau pun Anda seperti saya yang sama sekali tidak tahu menahu tentang Sheeran, Bufalino dan Hoffa, film ini tetap dinikmati. Salah satunya karena baik Steven Zaillian (penulis skripnya yang mengadaptasi film ini dari novel berjudul I Heard You Paint Houses karya Charles Brandt) dan Scorsese mengantarkan penonton ke dalam dunia ini dengan ekstra hati-hati, detail tanpa tanpa satu pun rasa bosan.

Dengan telaten Scorsese yang dibantu dengan editor handal Thelma Schoonmaker mengantarkan penonton ke dalam dunia yang sungguh asyik untuk disimak tapi sangat tidak asyik untuk ditinggali. Berbeda dengan film-film mafia Scorsese yang lain, 'The Irishman' sama sekali tidak ada niatan untuk membuat kehidupan mafia menjadi keren. Berbeda dengan film-film Scorsese seperti Casino atau Goodfellas misalnya. Disini semakin lama film berjalan, semakin Anda tersadar bahwa menjadi mafia sepertinya adalah kutukan.
'The Irishman' bercerita dalam sebuah cerita yang dituturkan oleh Sheeran. Dan dalam rangkaian flashback ini Scorsese mengatur film seperti sebuah perjalanan ke jurang. Film dimulai dengan energi yang fun. Ada satu atau dua adegan komedi yang akan membuat Anda tertawa. Kemudian diikuti dengan berbagai adegan pembunuhan yang akan membuat Anda kebas begitu sampai di jam ketiga. Paruh ketiga film ini, Anda akan tersadar bahwa semua karakter kita dihukum oleh dosa mereka masing-masing. Film-film gangster/mafia kebanyakan biasanya berakhir dengan para karakter jahatnya mati atau masuk penjara. 'The Irishman' menunjukkan hal yang lain. Dan bagian ini adalah bagian paling menarik, paling jujur dan paling mengharukan dalam 'The Irishman'.
'The Irishman' bukan jenis film yang fokus dengan plot. Ini adalah sebuah character study. Apa yang dilakukan oleh satu karakter dan karakter lainnya dan reaksi apa yang akan terjadi selanjutnya adalah apa yang membuat 'The I
0 Comments:
Posting Komentar